1. Wangi-Wangi
Sumber
luar negeri : istilah Wangi-Wangi diambil dari perilaku manusia pertama
yang menghuni negeri ini dengan jiwa suka memberi pertolongan yang
sangat membutuhkan perlindungan, dalam bahasa Mindanao – Sulu yaitu
bahasa “yakan” disebut Wangi-Wangi7.
Dalam
tradisi lisan, masyarakat Wangi-Wangi berasal dari sebuah benda dan
bila itu dipakai dalam upacara keagamaan dengan cara dibakar, maka bau
atau wanginya akan menyebar ke segala penjuru dunia. Dengan tradisi lisan seperti inilah orang Wangi-Wangi gemar merantau ke seluruh penjuru dunia.
2. Kaledupa
Dalam tradisi lisan, masyarakat Kaledupa ada beberapa pandangan atau versi yaitu :
a. Kaledupa
berasal dari kata “Kaedupa” sebagian masyarakat menyebut “kayudupa”.
Dalam tradisi lisan dikisahkan bahwa suatu ketika ada sekelompok
masyarakat menebas hutan untuk membuka lahan perkampungan. Di antara
pepohonan yang ditebang itu ada satu pohon yang unik dan mempunyai bau
harum, karena keunikannya kayu dijadikan bahan pengharum dan sering
dipakai dalam upacara keagamaan sehingga diabadikan menjadi sebuah nama
pulau yaitu Kaledupa.
b. Kaledupa
berasal dari pulau karang yang ditumbuhi oleh pohon. Pohon itu
berkembangbiak di atas pulau karang dan sangat istimewa yang mempunyai
bau harum, sehingga pulau karang ditumbuhi pohon itu diabadikan menjadi
nama pulau yaitu Kaledupa.
3. Tomia
Dalam
masyarakat Tomia yang mengetahui tradisi lisan mengemukakan bahwa Tomia
berasal dari dua kata yaitu : To artinya Tua (bahasa Bagobo) yaitu
bahasa-bahasa yang ada di Mindanao-Sulu dan Mia artinya manusia. Jadi,
Tomia diambil dari manusia tertua.
4. Binongko
Berdasarkan
tradisi lisan yang berkembang dalam masyarakat Binongko mengemukakan
bahwa Binongko berasal dari kata binong artinya bercerai, tidak teratur
(bahasa Cebu) di Philipina dan ko artinya satu (bahasa Cebu). Jadi,
Binongko berarti penyatuan yang telah lama hilang. Mateo Bartoli
menyebut penyusunan kembali yang tidak teratur (1948 : 36) dengan
menyebutnya Binongko.